ANALISIS IMPLIKASI ZAKAT PENGHASILAN TERHADAP KURVA BUDGET CONSTRAINT DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Agus Munandar

Jurusan akuntansi, Fakultas Ekonomi

STIE Swastamandiri, Surakarta

Abstract: Paper ini merupakan studi literatur yang membahas tentang pengaruh atau implikasi zakat yang ditunaikan oleh orang muslim berdasarkan penghasilan yang diperoleh terhadap kurva yang menunjukkan jumlah barang yang dapat dibeli dengan sejumlah pendapatan atau anggaran tertentu, pada tingkat harga tertentu.

Zakat penghasilan merupakan salah satu jenis zakat yang masih membutuhkan penjelasan secara komprehensif karena dalil yang menunjukan kewajiban ditunaikan zakat profesi tidak tertera secara eksplisit baik dalam Al-Qur'an maupun hadits. Oleh karena itu, paper ini mengupas definisi zakat penghasilan menurut timbangan (mizan) para ulama.

Kurva budget constraint merupakan gambaran grafika yang menunjukan kemampuan pendapatan untuk mendapatkan komposisi barang yang dibutuhkan. Oleh karena itu, kuva ini dipengaruhi sangat signifikan oleh harga barang dan jumlah pendapatan. Selanjutnya, penghasilan yang merupakan komposisi variabel yang mempengaruhi pergeseran kurva budget constraint dapat dikenakan zakat profesi jika telah memenuhi syarat nishab, sebagian ulama ada yang memberikan syarat haul.

Pendekatan dan metodologi yang digunakan dalam penulisan paper ini yakni dengan menelaah berbagai pustaka yang berkaitan untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif sehingga analisa yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan dan bersesuaian dengan realita empirik dengan derajat kesalahan yang bertoleransi kecil.

Karya ilmiah ini menyimpulkan bahwa zakat penghasilan sangat berpengaruh terhadap kurva anggaran dikarenakan zakat profesi berpengaruh pada penghasilan/ pendapatan yang merupakan salah satu variabel yang difungsikan dalam persamaan konsumsi dan persamaan kurva anggaran. Namun, zakat penghasilan memiliki outcome (dampak) positif yang dirasakan oleh para golongan yang berhak menerima zakat, yakni meningkatkan kurva anggaran dan menambah alokasi pendapatan yang dimanfaatkan untuk dikonsumsi.

Key words: zakat profesi, budget constraint, konsumsi

1. PENDAHULUAN

Kegiatan ekonomi manusia terdiri dari produksi, distribusi dan konsumsi. Tindakan konsumsi merupakan kegiatan mayoritas yang dilakukan oleh umat manusia. Oleh karena itu, Kegiatan konsumsi tidak dilepaskan dari dari dimensi kehidupan seorang insan bermula dari bangun tidur sampai waktu tidur tiba kembali.

Pola konsumsi dan perilaku produksi menentukan roda perekonomian. Al-Qur’an sebagai sumber ajaran, memiliki ajaran tentang konsumsi, produksi dan distribusi disamping aktivitas-aktivitas perekonomian lainnya. Di antara ayat konsumsi misalnya al-Baqarah(2): 168, al-Isra(17): 26-28, an Nahl (16): 114. Dalam ayat-ayat tersebut terkandung prinsip halal dan baik, tidak diperkenankannya perilaku berlebihan, pelit, boros, harus seimbang, proporsional dan pertanggung jawaban. (Lukman Fauroni, 2009)

Perihal konsumsi merupakan dimensi kehidupan manusia yang mendapat perhatian ajaran Islam. Nilai-nilai keagamaan memberikan batasan kepada manusia agar senantiasa dalam kebaikan. Hal ini sebagaimana disampaikan dalam ayat,

وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآَتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (141)

Artinya:

"Dan Dialah (Allah) yang menjadikan (untuk kamu) kebun-kebun yang menjalar tanamannya dan yang tidak menjalar dan pohon-pohon tamar (kurma) dan tanaman-tanaman yang berlainan (bentuk, rupa dan) rasanya dan buah zaitun dan delima, yang bersamaan (warnanya atau daunnya) dan tidak bersamaan (rasanya). Makanlah dari buahnya ketika ia berbuah dan keluarkanlah haknya (zakatnya) pada hari memetik atau menuainya dan janganlah kamu melampau (pada apa-apa jua yang kamu makan atau belanjakan); sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang melampau batas". (Al-An'am: 141)

Dalam ayat di atas, Alloh melarang para hamba-Nya bertindak isrof (berlebih-lebihan) di muka bumi. Oleh karena itu, sudah seharusnya setiap hamba Alloh membelanjakan harta yang telah dikaruniakan oleh Sang Pemberi rezeki hanya pada pos-pos yang telah ditentukan tanpa melampaui batas.

Di ayat lain, Alloh mengabarkan batasan yang harus ditaati oleh hamba yang beriman dalam hal konsumsi agar kehidupan yang fana ini berbuah kesuksesan di kemudian hari. Ayat tersebut berbunyi,

وَآَتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26) إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (27)

"Dan berikanlah kepada kerabatmu dan orang miskin serta orang musafir akan haknya masing-masing dan janganlah engkau membelanjakan hartamu dengan boros yang melampau. Sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah saudara-saudara Syaitan, sedang Syaitan itu pula adalah makhluk yang sangat kufur kepada Tuhannya". (Al-Isro': 26-27)

Para ulama tafsir menerangkan QS: Al-Isro' [17]: 26 dengan baik, sebagaimana perkataan Ibnu Mas'ud bahwa tabdzir adalah menginfakan (membelanjakan) pada hal yang tidak benar. Begitu juga perkataan Ibnu Abbas. Adapun Qotadah ketika menerangkan tentang tabdzir adalah membelanjakan harta pada hal yang bermaksiat kepada Alloh, pada hal yang tidak benar, dan pada hal yang mengandung kerusakan. (Ibnu Katsir, 2006)

Oleh karena itu, Lukman Fahroni (2009) menegaskan bahwa Terdapat empat prinsip utama dalam sistem ekonomi Islam yang diisyaratkan dalam al Qur’an:

1. Hidup hemat dan tidak bermewah-mewah (abstain from wasteful and luxurius living), yang bermakna bahwa, tindakan ekonomi diperuntukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan hidup (needs) bukan pemuasan keinginan (wants).

2. Implementasi zakat (implementation of zakat) dan mekanismenya pada tataran negara merupakan obligatory zakat system bukan voluntary zakat system. Selain zakat terdapat pula instrumen sejenis yang bersifat sukarela (voluntary) yaitu infak, shadaqah, wakaf, dan hadiah.

3. Penghapusan Riba (prohibition of riba); menjadikan system bagi hasil (profit-loss sharing) dengan instrumen mudharabah dan musyarakah sebagai pengganti sistem kredit (credit system) termasuk bunga (interest rate).

4. Menjalankan usaha-usaha yang halal (permissible conduct), jauh dari maisir dan gharar; meliputi bahan baku, proses produksi, manajemen, out put produksi hingga proses distribusi dan konsumsi harus dalam kerangka halal.

Selain paparan di atas, tindakan konsumsi dibatasi oleh anggaran yang direncanakan oleh sebuah institusi. Adapun budget constraint sangat dipengaruhi oleh pendapatan (income) dan harga. Pada dasarnya kurva budget constraint digambarkan sebagai berikut,

Rounded Rectangle: Budget Constraint

Dalam analisa selanjutnya bahwa setiap orang muslim mempunyai kewajiban zakat harta yang dibebankan kepada setiap kekayaan yang telah memiliki syarat-syarat untuk menunaikan zakat. Zakat merupakan kewajiban setiap muslim, yang hartanya telah mencapai nishob dan telah memenuhi syarat-syaratnya (Al-Jazairi: 2006). Alloh mewajibkan zakat dalam kitab-Nya dengan firman-Nya:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (103)

Artinya:

"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (At-Taubah [9]: 103).

Permasalahan yang dikupas dalam karya ilmiah ini adalah apakah zakat penghasilan mempunyai dampak terhadap perubahan kurva budget constraint. Hal ini dikarenakan income (pendapatan) yang diperoleh oleh pegawai terkurangi oleh pajak yang harus ditunaikan.

2. TEORI ZAKAT PENGHASILAN

Zakat penghasilan adalah Zakat penghasilan gaji bulanan /zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada setiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendirian maupun bersama dengan orang/lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) halal yang memenuhi nisab/ batas minimum untuk wajib zakat (Muhamad Zen, 2010)

Oleh karena itu, uraian di atas dapat disimpulkan bahwa zakat profesi merupakan presentase dari pendapatan yang diperoleh setelah memenuhi persyaratan syar'i untuk dibayarkan kepada para mustahiq (kelompok yang berhak) zakat.

Syekh Qardhawi (2006) mengatakan bahwa mengenai persyaratan penghasilan yang dikenakan zakat para guru seperti Abdur Rahman Hasan, Muhammad Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf telah mengemukakan dengan menyimpulkan bahwa penghasilan dan profesi dapat diambil zakatnya bila sudah setahun dan cukup senisab. Jika kita berpegang kepada pendapat Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan Muhammad bahwa nisab tidak perlu harus tercapai sepanjang tahun, tapi cukup tercapai penuh antara dua ujung tahun tanpa kurang di tengah-tengah kita dapat menyimpulkan bahwa dengan penafsiran tersebut memungkinkan untuk mewajibkan zakat atas hasil penghasilan setiap tahun, karena hasil itu jarang terhenti sepanjang tahun bahkan kebanyakan mencapai kedua sisi ujung tahun tersebut. Berdasar hal itu, kita dapat menetapkan hasil penghasilan sebagai sumber zakat, karena terdapatnya illat (penyebab), yang menurut ulama-ulama fikih sah, dan nisab, yang merupakan landasan wajib zakat.

Namun, para ulama seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz dan ulama modern seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul (satu tahun) mengeluarkan zakat profesi, tetapi zakat profesi dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka mengqiyaskan dengan zakat pertanian yang dibayar pada setiap waktu panen (Zen, 2010).

Cara menentukan zakat yang harus dibayarkan para ulama' Para ulama kontemporer berbeda pendapat dalam menentukan tarif zakat profesi, pendapat yang masyhur adalah pendapat Muhammad Abu Zahrah, Abdurahman Hasan, Abdul Wahhab Khollaf, Yusuf Qaradhawi, Syauqy Shahatah dan yang lainnya sepakat bahwa tarif zakat penghasilan profesi adalah 2,5 %. Menurut Didin Hafiduddin Zakat penghasilan bulanan ( Gaji ) dianalogikakan dengan zakat pertanian dikeluarkan saat mendapatkan panen/hasil gajian. Jika seorang muslim memperoleh pendapatan dari hasil gaji atau profesi tertentu, maka dia boleh mengeluarkan zakatnya langsung 2.5 % pada saat penerimaan.

Muhamad Zen (2010) menyebutkan bahwa para ulama kontemporer membedakan zakat profesi menjadi dua macam yaitu; Pertama, berdasarkan fatwa MUI 2003 tentang zakat profesi setelah diperhitungkan selama satu tahun dan ditunaikan setahun sekali atau boleh juga ditunaikan setiap bulan untuk tidak memberatkan. Model bentuk harta yang diterima ini sebagai penghasilan berupa uang, sehingga bentuk harta ini di-qiyas-kan dalam zakat harta (simpanan/ kekayaan). Nisabnya adalah jika pendapatan satu tahun lebih dari senilai 85gr emas (harga emas sekarang @se-gram Rp. 300.000) dan zakatnya dikeluarkan setahun sekali sebesar 2,5% setelah dikurangi kebutuhan pokok. Contohnya: minimal zakat profesi yaitu @se-gram Rp. 300.000 x 85 (gram) = 25.500.000. Adapun penghasilan total yang diterima oleh pak Nasir Rp. 30.000.000 (gaji perbulan Rp. 2.500.000) harta ini sudah melebihi nishab dan wajib zakat Rp. 30.000.000 x 2,5 %= sebesar Rp. 750.000,- (pertahun) Rp. 62.500 (perbulan)

Kedua, dikeluarkan langsung saat menerima pendapatan ini dianalogikan pada zakat tanaman. Model memperoleh harta penghasilan (profesi) mirip dengan panen (hasil pertanian), sehingga harta ini dapat dianalogikakan ke dalam zakat pertanian. Jika ini yang diikuti, maka besar nisabnya adalah senilai 653 kg gabah kering giling setara dengan 520 Kg beras dan dikeluarkan setiap menerima penghasilan/gaji sebesar 2,5% tanpa terlebih dahulu dipotong kebutuhan pokok (seperti petani ketika mengeluarkan zakat hasil panennya). Contoh: Pemasukan gaji pak Nasir Rp. 2.300.000/bulan, nishab (520 kg beras, @Rp. 4000/kg = Rp. 2.080.000). Dengan demikian maka pak Nasir wajib zakat Rp. 2.300.000 x 2,5% = sebesar Rp. 57.500,-.

3. TEORI TENTANG BUDGET CONSTRAINT

Garis anggaran adalah garis yang menunjukkan jumlah barang yang dapat dibeli dengan sejumlah pendapatan atau anggaran tertentu, pada tingkat harga tertentu. Oleh karena itu. Faktor-faktor yang mempengaruhi kurva budget constraint adalah faktor-faktor utama berikut ini yang harus diketahui:

Px = harga produk X

Py = harga produk Y

M = pendapatan konsumen

Nilai konsumsi harus lebih kurang atau sama dengan jumlah pendapatan konsumen.

PxX + PyY £ M

Bila di misalkan dengan contoh sebagai berikut,

Ú Jika diketahui masing-masing variabel:

Px = Rp. 500 per unit

Py = Rp. 250 per unit

M = Rp. 10.000.-

Berapa jumlah X dan Y dapat dibeli?

Titik A = M/Py = 10.000/250 = 40 unit

Titik B = M/Px= 10.000/500 = 20 unit.

Rounded Rectangle: YSelanjutnya, titik A dan titik B dapat digambarkan dengan grafik sebagai berikut,

Dalam grafik dan persamaan di atas, dapat diketahui bahwa budget constraint sangat be-relasi kuat dengan income/ pendapatan (M).

4. ANALISIS IMPLIKASI

Jika kita mengulas contoh yang dikemukakan di atas dan dipergunakan metode perhitungan zakat penghasilan yang dikemukakan oleh Muhamad Zen (2010), maka dapat dijabarkan sebagaimana berikut, PxX + PyY £ M

Bila di misalkan dengan contoh sebagai berikut,

C = a + bY

Dimana : C = konsumsi

a = parameter, yang menunjukkan konsumsi jika Y = 0

b = parameter, yang menunjukkan tambahan konsumsi (ΔC) akibat adanya tambahan pendapatan (ΔY)

Y = pendapatan.

Bila dimisalkan pendapatan Rp. 5.000.000,- maka perhitungan zakat penghasilan menggunkan pendapat yang kedua -yakni dikurangi zakat ketika pendapatan tersebut diterima- sebagaimana di bawah ini,

Pendapatan Rp. 5.000.000/bulan, nishab (520 kg beras, @Rp. 6000/kg = Rp. 3,120.000,-). Dengan demikian zakat yang wajib ditunaikan Rp. 5.000.000 x 2,5% = sebesar Rp. 125.000,-.

Ilustrasi konsumsi dan anggaran oleh orang muslim (dipengaruhi zakat penghasilan). Oleh karena itu, persamaan konsumsi wajib zakat (muzakki) menjadi

C = a + b (Y-zakat)

PxX + PyY £ M

Ú Jika diketahui masing-masing variabel:

Px = Rp. 5000 per unit

Py = Rp. 2500 per unit

M = (Rp. 5.000.000 - Rp. 125.000) = Rp. 4.875.000,-

Berapa jumlah X dan Y dapat dibeli?

Titik A = M/Py = Rp. 4.875.000/ 2500 = 1950 unit

Titik B = M/Px= Rp. 4.875.000/ 5000 = 975 unit.

Titik-titik tersebut ditunjukan dalam grafik berikut ini,

Rounded Rectangle: X
Rounded Rectangle: M/Px


Persamaan kedua (tanpa dipengaruhi zakat)

Ú Jika diketahui masing-masing variabel:

Px = Rp. 5000 per unit

Py = Rp. 2500 per unit

M = Rp. 5.000.000-

Berapa jumlah X dan Y dapat dibeli?

Titik A = M/Py = 5.000.000/2500 = 2000 unit

Titik B = M/Px= 5.000.000/5000 = 1000 unit.

Titik-titik tersebut ditunjukan dalam grafik berikut ini,


Meskipun secara realita beban zakat mengurangi alokasi pendapatan untuk konsumsi pihak wajib zakat (muzakki), namun proporsi pajak yang diberikan kepada para mustahiq (orang yang berhak/ membutuhkan) akan digunakan untuk bertransaksi ber-multiplayer effect yakni pertumbuhan ekonomi. Selain itu, proporsi pajak tersebut menambah parameter Y (pendapatan yang akan membantu konsumsi). Sehingga persamaan konsumsi penerima zakat adalah

C = a + b (Y+zakat)

Selain itu, proporsi zakat yang diterima akan menaikan kurva budget constraint penerima zakat.

5. KESIMPULAN

Zakat penghasilan yang dibayarkan wajib pajak akan mengurangi alokasi pendapatan yang diperuntukan untuk konsumsi, hal ini berpengaruh pada bergesernya garis budget constraint ke bawah. Namun, efek manfaat zakat penghasilan yang dibayarkan akan berguna bagi para penerima zakat, yakni membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan untuk dikonsumsi. oleh karena itu, bagi para mustahiq proporsi zakat yang diberikan mampu menaikan garis budget constraint ke atas.

DAFTAR PUSTAKA

------------------,2006, Al-Qur'anul karim, kudus: Menara kudus.

Berdasarkan Qur'an dan Hadis, Jakarta: Litera antar nusa dan Mizan.

Bakar, Abu,2006, Minhajul Muslim, Dar Al 'Aqidah: Kairo

Dewartripont, martias dan Gerald Ronald, 1999, Soft budget constraint, transition, dan financial system. Libre University

Fauroni, lukman, 1999, "Produksi dan Konsumsi Dalam Al-Qur’an: Aplikasi Tafsir Ekonomi Al-Qur’an", http://dayatbanyuwangi.webnode.com, diakses 30 April 2010.

Imam Nawawi, 2005, Syarh shahih Muslim, Dar El-Marefah: Beirut.

Qordhowi, Yusuf,2006, Fiqh Zakat, Kairo: Maktabah Wahbah.

---------------------,1996, Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat

Syaikh Sholih Fauzan al-Fauzan, 1425 H, Al Mulakhos Al Fiqhi,Daarul Atsar: Mesir.

Zen, Muhammad, 2009,"Cara Menghitung Zakat Penghasilan", http://www.eramuslim.com, diakses 28 April 2010