KONTRIBUSI PAJAK DAN ZAKAT MENYONGSONG WELFARE STATE (NEGARA KESEJAHTERAAN)

Agus Munandar

Jurusan akuntansi, Fakultas Ekonomi

STIE Swastamandiri, Surakarta

Abstract: paper ini mengupas peranan pajak dan zakat untuk memperbaiki dan mensejahterakan kehidupan bangsa. Kedua sumber pendapatan tersebut merupakan peluang (opportunity) besar yang dapat dioptimalkan oleh aparatur pemerintah untuk menunjang pelaksanaan operasionalnya. Pengoptimalan zakat dan pajak yang terstruktur dengan bijak mampu meningkatkan penerimaan negara yang difugsikan untuk memajukan kemakmuran rakyat.

Penulisan ilmiah yang menyorot peranan zakat dan pajak dalam area welfare state (Negara kesejahteraan) masih tergolong langka. Oleh karena itu, karya ilmiah ini berusaha menyajikan kombinasi teori zakat dan pajak dalam perspektif islam untuk diterapkan dalam konteks negara kesejahteraan. Zakat dan pajak merupakan salah satu tiang untuk menciptakan dan menegakan kemakmuran masyarakat. Selain itu, manfaat zakat dan pajak adalah mampu mendistribusikan kekayaan di antara warga Negara, tidak terkumpul dan tertimbun pada kalangan orang kaya semata.

Analisis yang difungsikan dalam penulisan paper ini berupa penelahan pustaka secara cermat dari berbagai kitab yang kredibel agar berbagai teori dan konsep yang dicantumkan mempunyai daya kepercayaan yang baik. Penganalisisan mencakup pendefinisian zakat dan pajak beserta manfaat dan peranannya dalam mencinptakan negara yang mampu mensejahterakan penduduknya berbasis nilai-nilai keagamaan (religious values).

Melandaskan pembangunan kesejahteraan masyarakat pada nilai-nilai religi (yakni zakat) dapat mengentaskan kemiskinan yang mendera sekaligus memberikan kepahaman tentang makna Islam sebagai agama yang memberikan rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil 'alamin) dan menanggalkan konsep sekuler yang memisahkan kepentingan negara dari peranan agama.

Key words: Zakat, Pajak, Welfare State

1. PENDAHULUAN

Zakat merupakan kewajiban setiap muslim yang harus ditunaikan sebagai pembersih kekayaan dan jiwa pribadi seorang mukmin. Hal ini sesuai dengan makna zakat yakni pembersih, baik sebagai pembersih batin –menghilangkan rasa sombong dan melembutkan hati untuk berbagi sesama- dan pembersih harta –membersihkan kekayaan yang dimungkinkan dalam pengumpulannya tercampur harta ribawi/ haram- sehingga segala kotoran baik batin maupun dzohir manusia dapat terkurangi dengan menjalankan perintah zakat.

Perihal zakat diwajibkan ketika kaum muslimin menetap di madinah. Para ulama berbeda pendapat mengenai tahun diwajibkannya zakat. Al Imam An Nawawi bependapat bahwa zakat diwajibkan pada tahun ke-2 Hijrah, sedangkan Ibnul Atsir menyatakan pada tahun ke-9 H (admin, 2006).

Ayat Al-Qur'an yang memerintahkan kaum muslimin untuk menunaikan zakat dipaparkan berulang kali, di antaranya:

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (110)

Terjemah:

"Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan".( Al-Baqoroh [2]: 110)

Selain ayat di atas, Alloh menegaskan kembali dengan memperkuat pernyataannya dalam surat yang terakhir turun, yakni QS. At-Taubah [9]: 5

فَإِذَا انْسَلَخَ الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (5)

Terjemah:

"Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertobat dan mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (At-Taubah [9]: 5)

Syekh Al-Qordhowi menyebutkan dalam kitab "Fiqh Zakat" nya bahwa dalam ayat di atas -surat At-Taubah-, Alloh memerintahkan untuk memerangi orang musyik dan orang yang melanggar perjanjian. Namun, Alloh memerintahkan untuk menahan perang dengan mereka setelah memenuhi tiga persyaratan yakni,

1. Bertaubat dari kesyirikan, yakni dengan mengucapkan kalimat syahadat.

2. Mendirikan sholat yang diwajibkan terhadap kaum muslimin.

3. Menunaikan zakat yang diwajibkan atas harta orang kaya untuk memenuhi kebutuhan orang yang membutuhkan, dan untuk kemaslahatan umat secara umum.

Berbagai dalil di atas menunjukan betapa pentingnya zakat dalam sebuah komunitas muslim. Disyariatkannya zakat bertujuan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat ( Al-Jazairi, 2006). Dengan kata lain, zakat merupakan soko guru perekonomian bangsa yang berfungsi sebagai piranti pendistribusian kekayaan agar kebutuhan orang-orang yang berhajat dapat terpenuhi sesuai dengan prosedur agama yang ditentukan. Oleh karena itu, kesejahteraan negara dapat dicapai dengan mengoptimalkan zakat sebagai pelumas pelaksanaan perekonomian bangsa.

Dalam sistem perekonomian modern, kewajiban zakat dipadukan dengan pajak yang dibebankan kepada setiap warga negara yang beragama muslim. Penggabungan kedua sumber keuangan negara ini tentu membawa implikasi terhadap kestabilan dan iklim perekonomian negara. Hal ini dikarenakan, penarikan pungutan dari rakyat menimbulkan deadweight burden yang berakibat pada dekadensi produktifitas perekonomian bangsa.

Objek utama dalam paper ini adalah menganalisa teori zakat dan pajak dalam perspektif Islam. Kemudian peran kedua sumber pendapatan negara tersebut dalam mewujudkan welfare state (Negara kesejahteraan).

2. TEORI ZAKAT

Zakat merupakan kewajiban setiap muslim, yang hartanya telah mencapai nishob dan telah memenuhi syarat-syaratnya (Al-Jazairi: 2006). Alloh mewajibkan zakat dalam kitab-Nya dengan firman-Nya:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (103)

Terjemah:

"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (At-Taubah [9]: 103)

Kewajiban zakat telah melampaui beberapa tahap, sebagaimana tertera dalam urutan ayat di bawah ini,

  1. Tahap pertama, kewajiban zakat secara mutlak tanpa penentuan kadar dan tanpa perincian. Hal ini ditunjukan dalam ayat di bawah ini,

قال تعالى: } وفي أموالهم حق للسائل والمحروم { . [الذاريات: 19].

  1. Tahap kedua, yakni dalam sunah kedua yang menerangkan hukum zakat yang terperinci, missal ketentuan nishob, dan kadar yang dikeluarkan.
  2. Tahap ketiga, yakni dalam hadits kesembilan. (Al Mulakhos Al Fiqhiyah, I/ 135).

Pendefinisan Zakat begitu jelas dan terang sebagaimana dijabarkan dalam kitab "Fiqh Zakat" karya Imam Al-Qardhawi, zakat secara etimologi merupakan bentuk mashdar "زكا الشيء" ketika tumbuh, berkembang, dan bertambah. وزكا فلان إذا صلح ( dan telah bersih seseorang ketika dia baik). Maka, zakat adalah berkah, tumbuh, suci dan baik. ( Mu'jamul wasith, I/ 398 dalam Fiqh Zakat, 1985).

Adapun definisi secara syar'i:

الزكاة هي نصيب مقدر شرعاً في مال معين يصرف لطائفة مخصوصة.

"Zakat adalah bagian yang ditentukan oleh syari'at pada suatu harta tertentu untuk golongan-golongan yang telah dikhususkan" ( Silsilah Taisir Al-Fiqh, I/1 )

Zakat merupakan kewajiban seorang muslim yang diperintahkan Alloh karena mengandung peranan dan tingkatan yang penting dalam agama, sehingga diperkuat dengan berbagai pengulangan di berbagai ayat, dan disandingkan dengan perintah sholat dalam 82 tempat dalam Al-Qur'an. Hal ini menunjukan bahwa zakat memegang derajat yang penting dalam agama, dan mempunyai keterkaitan yang kuat antara zakat dan sholat. (Al-Mulakhos Al-Fiqh, I/ 135)

Penguatan ( taukid) fungsi zakat dalam Al-Qur'an tentunya mempunyai beragam manfaat baik dalam kehidupan individual maupun sosial. Di antaranya,

  1. Pembersihan jiwa manusia dari kejelekan bakhil, kikir, dan tamak.
  2. Memberikan kelapangan pada orang-orang fakir.
  3. Menegakan kemaslahatan umum, yang berdiri di atasnya kesejahteraan hidup dan kebahagiaannya.
  4. Pembatasan dari terkumpulnya harta di kalangan para orang kaya. (Minhajul Muslim: 220)

Berpijak dari berbagai nilai positif (positive values) zakat, maka pengoptimalan zakat untuk menegakan kesejahteraan bangsa merupakan solusi utama yang bersumber pada wahyu dan telah teruji dalam kurun waktu yang terbaik.

3. TEORI PAJAK

Pendefinisian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang ( yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2003).

Dalam ekonomi modern, pajak mempunyai fungsi yang penting dalam tatanan ekonomi yakni sebagai salah satu pendapatan negara. Pemasukan negara yang cukup akan memacu pembangunan bangsa yang melingkupi segala aspek kehidupan. Karena itu, pajak mempunyai fungsi budgetair, yakni sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

Dalam pandangan Islam, pajak disebut dengan istilah Al-Maks ( المكس ). Para ulama mendefinisikan pajak dengan pengertian di bawah ini,

المكس هو أخذ أموال الناس ظلماً أي دون مقابل، مثل من يأخذ الضرائب على المارة والمسافرين من غير أن يكون ذلك مقابل منفعة تعود على المأخوذ منهم.

(Pajak adalah memungut harta manusia secara dzolim, yakni tanpa kontraprestasi, seperti mengambil cukai atas orang-orang yang melewati dan para musafir tanpa memperoleh kontraprestasi secara langsung dari pemungut). (Markazul Fatwa, 2007).

Dalam fatwa lajnah disebutkan hadits,

عن عبد الله بن بريدة عن أبيه في رجم الغامدية التي ولدت من الزنا أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ( والذي نفسي بيده لقد تابت توبة لو تابها صاحب مكس لغفر له ) (الحديث رواه أحمد ومسلم وأبو داوود)

Dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya tentang dirajamnya wanita dari suku al Ghamidiyyah setelah melahirkan anak karena zina. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang wanita tersebut, “Demi zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh wanita ini telah bertaubat dengan suatu taubat yang seandainya penarik maks (baca: pajak) bertaubat seperti itu niscaya Allah akan mengampuninya” (HR. Ahmad, Muslim dan Abu Daud).

ketika menerangkan hadits tersebut, Imam Nawawi berkata dalam kitab syarh Muslimnya,

فِيهِ : أَنَّ الْمَكْس مِنْ أَقْبَح الْمَعَاصِي وَالذُّنُوب الْمُوبِقَات ، وَذَلِكَ لِكَثْرَةِ مُطَالَبَات النَّاس لَهُ وَظِلَامَاتهمْ عِنْده ، (سرح المسليم: ج 6 / ص118)

(Dalam hadits tersebut, sesungguhnya pajak merupakan seburuk-buruk maksiat dan termasuk dosa besar).

Uraian dan penjelasan tentang pajak diatas, tersimpulkan bahwa kebijaksanaan pajak masih meninggalkan beribu pertanyaan tentang keabsahannya dalam perekonomian Islam. Oleh karena itu, selayaknya pemerintahan yang mayoritas kaum muslim mengalihkan kebijakannya menjadi memaksimalkan pendapatan zakat dan mengoptimalkan penarikan jizyah (pajak jiwa) terhadap orang non-muslim yang hidup di negara yang bersangkutan.

  1. TEORI WELFARE STATE

Negara kesejahteraan merupakan idaman setiap pemerintahan dan penduduk. Iklim kenegaraan yang sejahtera selalu mengarahkan setiap kebijakan, proyek, dan program kerjanya untuk memperbaiki kondisi kehidupan warga negara. Oleh karena itu, segala problema kehidupan dalam dimensi ekonomi dapat diminimalisir agar tercipta kemakmuran dan kesejahteraan yang adil dan merata.

Definisi Negara kesejahteraan telah dijelaskan dengan baik sebagaimana kutipan di bawah ini,

“The welfare state is an attempt to break away from the stigma of the Poor Law. It was not designed for the poor; it was supposed to offer social protection for everyone, to prevent people from becoming poor.”

"Negara kesejahteraan adalah upaya untuk melepaskan diri dari stigma hukum miskin. Itu tidak dirancang untuk orang miskin, tetapi menawarkan perlindungan sosial bagi semua orang, untuk mencegah orang menjadi miskin. "

Dengan kata lain, bahwa tujuan negara kesejahteraan adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menurunkan angka kemiskinan sebuah negara, sehingga pemerataan kekayaan dapat mencakup keseluruhan warga negara. Akhirnya, seluruh warga negara dapat hidup cukup di atas garis kemiskinan.

Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi negara untuk menunjang kesejahteraan penduduk dengan memberikan beragam tunjangan, di antaranya: tunjangan perumahan, kesehatan, pension, pengangguran, dan lain-lain. Hal yang diharapkan dari berbagai tunjagan tersebut adalah terciptanya iklim berkewarganegaraan yang terlindungi kesejahteraannya.

5. ANALISIS

Negara kesejahteraan merupakan model negara yang memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Negara berharap agar warga negaranya hidup dalam kemakmuran di atas garis kemiskinan (poverty line). Untuk memperlancar roda pembiayaan public, diperlukan pemasukan dan pendapatan negara yang mampu menutupi seluruh pembiayaan yang telah dianggarkan dalam APBN.

Zakat merupakan salah sumber pendapatan negara yang keabsahannya berasal dari dalil qoth'i dan merupakan pemasukan negara yang telah diimplementasikan oleh para generasi terbaik umat islam. Oleh karena itu, zakat merupakan sumber rezeki yang halal tanpa syak wasangka. Hal ini dikarenakan, kebijakan para sahabat telah mendapat legitimasi baik dari nabi sebagaimana sabdanya,

" عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ "

"Hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnah ku, dan sunnah khulafau' rosyidin yang telah mendapat petunjuk sesudahku" (Syarh Ibn Bathal, juz XIII, hal. 452).

Adapun perihal zakat, merupakan sumber pendapatan yang masih dalam khilafiyah para ulama. Oleh karena itu, kebijakan yang sebaiknya diambil oleh para pegawai pemerintahan ialah menerapkan konsep nabawi yakni mengoptimalkan segala sumber pemasukan yang telah jelas hukum dan kaedahnya.

6. KESIMPULAN

Dalam perekonomian Islam, peranan zakat menempati jajaran penting dalam mewujudkan kesejahteraan negara (welfare state). Khilafah Islamiyah telah memberikan sebuah teladan kesuksesan bagi generasi selanjutnya untuk mewujudkan sebuah negara berbasis tauhid yang sejahtera dan makmur –gemah ripah loh jinawi-.

Pajak (tax) memegang fungsi penting dalam tatanan ekonomi modern untuk menunjang kelancaran operasional kenegaraan. Oleh karena itu, pemerintah mengendalikan dan memperkuat pijakan perpajakan baik dengan undang-undang maupun prosedur pemungutan agar peluang pajak yang besar dapat dimanfaatkan secara maksimal.

Dalam perspektif Islam, pajak dan zakat merupakan dua hal yang belum bisa dipadukan karena perpedaan perspektif di kalangan para ulama. Mayoritas ulama berpendapat berdasarkan sabda Nabi bahwa pajak merupakan hal yang dilarang dalam agama. Hal ini berseberangan dengan zakat yang pada asalnya diwajibkan dalam berbagai ayat dan dikuatkan serta terperinci dalam berbagai hadits.

Oleh karena itu, dalam tinjauan Islam, pembahasan tentang negara kesejahteraan yang berpayung khilafah Islamiyah merupakan agenda yang terus diserukan untuk mewujudkan sebuah negara kesejahteraan (بلدة طيبة ورب غفور ). Keadaan Negara yang terlukiskan indah tesebut, merupakan tujuan untuk terwujudnya khilafah islamiyah. Model negara yang sejahtera yakni sebuah corak bangsa yang melindungi kesejahteraan warga negaranya baik kesejahteraan materiil yang melingkupi ketercukupannya masalah kebutuhan hidup, maupun kebutuhan imateriil, yakni pengamalan ajaran agama secara kaffah (sempurna).

DAFTAR PUSTAKA

------------------,2006, Al-Qur'anul karim, kudus: Menara kudus.

Aronson, Richad,1985,Public finance, McGraw-Hill: United Stated

Bakar, Abu,2006, Minhajul Muslim, Dar Al 'Aqidah: Kairo

Hafiduddin, diddin.2006. Zakat sebagai tiang utama ekonomi syariah, paper yang dipresentasikan pada acara halal bi halal dan seminar bulanan masyarakat ekonomi syariah (MES). Jakarta: Aula Bank Mandiri tower.

Imam Nawawi, 2005, Syarh shahih Muslim, Dar El-Marefah: Beirut.

Kiswanto, edi,2005, Negara kesejahteraan (welfare state): mengembalikan peran Negara dalam pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia. Volume 9, nomor 2. Yogyakarta: Magister administrasi public Universitas Gajah Mada.

Mardiasmo, 2003, Perpajakan, Andi Offset: Yogyakarta.

Qordhowi, Yusuf,2006, Fiqh Zakat, Kairo: Maktabah Wahbah.

Suharto, Edi, 2008, Islam dan Negara kesejahteraan, Paper yang dipresentasikan pada pengkaderan Darul Arqam paripurna. Jakarta

Syaikh Sholih Fauzan al-Fauzan, 1425 H, Al Mulakhos Al Fiqhi,Daarul Atsar: Mesir.